SEBIAS KASIH
DI CERITAKU
Add caption |
Bila
cinta telah hadir, dunia ini terasa membelenggu, tercekat disaat bersua dengan
sang kekasih seribu cara di coba sebagai pelepas rindu mulai dari syair-syair
cinta hingga goresan pena, dedaunan pun bisa merasakan derasnya kerinduan,
sehingga semua itu hanya menjadi saksi bisu dan skenario palsu…
“hallo
nadia”, jadi masuk ga’ sih” sorry Dit kayaknya aku telat tapi sebentar lagi aku
nyampek kok ” jawab ku dari bpesawat telepon
“zulaikha…!” begitulah mama memanggil ku
“ ga’ sarapan dulu nak..?”maaf ma Nadia sekarang lagi ada janji” jawab ku seraya menatap jarum jam
yang tertekuk di angka 07.00” Nadia berangkat
ma… assalmualaikum, walaikumsalam, senyum mama menyungging.
Di
tengah -tengah deru kenalpot dengan asap yang mengepul hitam,aku terhenti
menatapi sebuah mobil APV coklat. Nadia…! Seketika aku bubarkan khayalnku.
“baru saja aku kerumahmu tapi katanya kamu dah berangkat jadi aku susul kamu ke
sini” seru Radit serius, “makasih ya Dit untung ada kamu kalau tidak mungkin aku
sudah jadi ayam bakar” keluh ku sembraut. “emangnya kenapa..?” emang kamu gak liat panas nich apalagi harus pake’ baju
yang beginian ” geramku. “ ketika aku naiki dan mulai masuk ke mobil itu, tanpa
di sangka baju ku terjepit dan sobek di bagian bahu kiri ku “ robek ya…?”Tanya
Radit tersenyum “ udah tahu malah nanyak lagi, kita mampir ke gedung itu
saja” okelah “kembali radit tersenyum,
apalagi setelah ku ganti baju panjangku dengan baju ekstra mini dan rok kurang lebih 15 cm ran. Ta’ lupa juga ku
lipat jilbabku dan ku simpan di bagian paling atas rancelku agar tidak kusut
Rasa penat dan pekak baru saja terlunasi setelah Radit mentraktir ku
di restaurant sepulang sekolah. Ntah berapa banyak waktu yang terbuang sehingga
mentari kembali ke peraduanya. “Nadia kita ke party yuk…..!” “ gimana ya….? okedeh tapi aku ga’ ingin
mabuk lagi, ntar si tua marah lagi.” Seruku benci pada sesosok papa yang galak,
Cahaya kuning langit semakin lari ke sisi barat , langit-langit redup dengan
bintang-bintang yang gemerlapan di atas lampu –lampu disko yang memutar
memusingkan suasana menjadi surga, aku merasa benar-benar terbang dengan
pakaian sexi, ber goyang dengan gaya DJ, rock dan dansa yang glamour membuatku
lupa meneguk minuman beralkohol hingga
tak terkontrol lagi seteguk demi seteguk aku bayangkan air telaga dari
surga,dan fikiranku bahagia, kepalaku pening di tengah-tengah music DJ yang
sesekali tak terdengar . aku mabuk berat fikiranku terlepas kembali “bruak” aku
pingsan terjatuh ke lantai, dan saku ku bergetar dengan deringan dari ponsel
imut ku “ka’ Nadia ada di mana ..? mama lagi cemas nich”pesan pendek yang belum
sempat terbaca itu akhirnya di baca juga oleh
susi sahabatku dan di balas, “ maaf, Nadia sebentar lagi pulang ko’.
Di
heningnya malam ketika sang fajar mengintip di tirai-tirai langit. Membuat mama
dan papaku panik yang tak sesekali mondar-mandir dengan menggerakkan
jari-jarinya, subuh menggiang di telinga menggema menusuk denyutan nadi bagi
sang bunda, sedangkan penghuni rumah besar itu terlelap di atas sofa dan hanya
ibu yang masih panik menuggu.
“ning – nung “ bunyi bel yang
membuat semua orang terbangun disertai gesekan pintu dan suara lirih yang
mungkin mereka mengenalnya. “ bruak…!” lagi – lagi aku terjatuh “ maaf bu susi
baru tahu kalau Nadia ngedet lagi di party” pungkas susi sahbatku itu mengadu “
makasih nak bisa buat Nadia pulang” jawab ibu “sama – sama, aku pamit dulu”
pamit susi dari balik pintu istanaku, ibu terus menatapku dengan tetesan air
matanya “ plack” sebuah tamparan mendarat di pipiku ocehan dan ceramahan agama
dari laki- laki beruban yang slama ini tak lelah menyiksa ku, aku ta’ menghiraukan itu
dan mungkin papaku masih belum puas membuatku bak belur sehingga aku di seret
kekamar dan di kunci dari luar hingga berhari –hari, Mama yang slalu
memanjakanku bertengkar dengan papa, aku pikirkan apa kesalahahan ku tapi aku
tak tahu apa kesalahan yang ku lakukan. “aku sayang ibu” itu jeritan hatiku di
saat perasaan ku terasa hambur oleh percikan – percikan dosa yang tak ku
fahami, aku tekan salah satu dari Sembilan tombol di ponselku, ku hubungi Radit
tapi tiada jawaban, ku coba sampai berkali – kali tapi tetap saja nihil, aku
kesal, belum hilang kekesalanku datanglah sebuah sms dari Radit” Nadia kita
putus “ betapa hancurnya hatiku ketika kenangan pupus begitu saja.
Terbayang
bagaimana sakitnya di tinggal pergi orang yang kita cintai, membuat hari – hari
ku hanya meneteskan air mata ta’ berdaya lagi melihat dunia ini, apalagi lima
hari sudah aku terkunci dan papa adalah orang yang paling ku benci saat itu, di
saat hatiku terasa hancur aku goyangkan pena untuk mamaku. Aku pergi, aku kabur
dari jendela setinggi satu setengah
meter. aku tinggal kan sebias senyum ku untuk ibu. Satu minggu aku mengembara
di kegersangan kota, ku tatapi warung – warung dengan aroma yang lama tak ku
rasakan, membuat perutku miscall berulang – ulang kali, aku lapar sebab aku
berbekal pas-pasan apalagi setelah aku melepaskan kaki ku dari kereta di
stasiun yang bingung ku menyebutnya. Ku lewati lorong – lorong dengan rasa
lapar dan hampa, sebab tak ada satu orang pun yang mau memberiku makan.
Ta’kulihat sesuatu yang indah di sekitarku , hanyalah bengawan yang kumuh dan
bau, tak kuasa lagi tuk melangkah lebih jauh, tak yakin juga ku bisa saat itu,
mataku mulai pekak, tubuhku pucat dan lemas “ bruak” dan setelah itu aku gak
tau lagi apa yang terjadi
“
Alhamdulillah ternyata mba’ udah sadar”
sapa wanita berjilbab ketika aku membuka mata “di mana aku dan siapa kamu
mengapa aku ada di sini “ tanyaku panik dalam kekalutan . “mba’ istirahatlah
dulu, tubuh emba’ masih sangat lemas.
Namaku zahratus syifa panggil saja aku zahro”
“zahro ya” jawabku bingung, “tapi ini di mana” tanyaku “mba’ sekarang ada di pondok darul
qu’ran” “darul qu’ran gumamku bingung”
iya memang sekarang ada di pondok, tapi
itu semua berkat mas Yusuf yang membawa mba’ waktu pingsan tadi ” sekiranya
itulah replay dari penjelasan mba’ Zahro’ namun hati ini jadi bergeming ketika
nama itu terdengar di telingaku “ yusuf…? Tanya hati ku memblenggu nama itu
Dua bulan sudah aku tinggal di PP darul qu’ran
itu. Banyak ilmu yang kuserap dan ku kuasai , meski tak tak 100% cukup saja ku baca fatihah dengan
fasih. Hari-hari ku jauh lebih baik,apalagi uztadzah zahro slalu membimbingku
tentang ilmu yang ia miliki, ada satu hal yang ingin kutanyakan, mungkin
pertanyaan hanyalah lelucon saja, hingga saat ini pertanyaan itu masih belum
mampu untuk ku biaskan padanya yaitu tentang
mas yusuf dan aku merasa itu tema yang bagus buat pertanyaanku saat ini.
Sekian lama aku termenung, terjebak ahirnya teka teki yusuf terpecahkan juga,
bahwa mas yusuf adalah salah satu orang yang paling berpengaruh di pesantren
ini, namun sayang semua ini kan segera berahir ketika kulangkahkan kakiku untuk
pamit pulang, karena rasa rinduku pada mama ta’ sanggup tuk dibenah lagi, aku
rindu sama nama kecilku ” zulaikha”
ya aku rindu mama yang slalu menyebut
nama itu untukku , sekaligus aku ingin ungkapkan terima kasih padanya atas
tragedy yang menimpaku dulu , ”nadia….! Apa benar kamu mau pulang sekarang
“ Tanya mas yusuf membuyarkan lamunanku, “ I . . . iya mas “ jawabku singkat namun cukup membuatku
gerogi “ bagaimana kalau aku dan ustazah zahro serta ninsia yang mengantarmu
pulang ya…. Itung-itung kita
silaturrohmi aja, bagaimana kamu keberatan
….? “aku berfikir agar aku ta’ menyia nyiakan kesempatan ini aku mengangguk
kecil sebagai tanda persetujuanku dan tak lupa kusunggingkan sedikit senyum
untuk sesuatu yang baik ini.
Aku kasih
alamat dan kartu namaku , aku lihat daun perdu di alun alun kota ,begitu pula
pohon randu kecil yang indah disamping
halaman rumah yang luas, inci demi inci pintu gerbang dan begasi rumahku mulai
nampak, ku hayalkan kerinduanku setelah beberapa bulan aku meninggalkan rumah,
ahirnya aku bias kembali lagi kerumah kecilku, aku turun menuju rumah yang pernah kutinggalkan, perlahan kubuka
pintu, hati kecilku berdesis dengan seribu pertanyaan “kok sepi….! ga’ biasanya
rumah ini berantakan seperti ini, kemana pak rasyid dan bibi ijah, atau jangan
jangan keluargaku sudah pindah astagfirullahiladzim… “ besit hatiku mulai ragu,
aku lebih kedalam ruangan dan ku tengok pula kamar papaku “akupun terhenyak
disaat kutatap ruangan yang acak-acakan,
tak kutemukan jejak mereka, hanya ada satu isyarat yang kutemukan dicermin,
sebuah tulisan dengan tinta darah “SLIV –EDDE—REHT-120n4l00” ya kata itu yang
kupikirkan tentang kata pendek yang mencurigakan itu, aku tanyakan pada mas
yusuf tentang teka teki itu “ nadia…!,
coba saja kau balik kata itu “ seru mas yusuf merilexkan kepanikanku “,
sekarang kau buang spasi-spasi itu” tegang mas yusuf membuatku mengikuti
titahnya “kemudian kau buat spasi
sendiri dan rangkai kata itu sesuai dengan tempat yang kau ketahui “ aku buat spasi diantara abjad abjad itu dan
aku terkejut ketika melihat hasil dari tulisan sliveddereht120n4100 menjadi THE
RED DEVILS 120n4100, serentak pikiranku mulai aktif tuk mengingat lokasi yang
tak asing lagi bagiku “ radit…!!!, ya
pabriknya radit” cetusku pada mas yusuf “ kamu tahu lokasi itu, kalou begitu kita kesana
sekarang“ “ baiklah mas kita susul mama
dan papaku kesana “ jawabku iba setelah mas yusuf menjawab teka teki itu .
Langkah demi
langkah aku memasuki pabrik itu bersama
dengan mas yusuf, sedangkan yang lain menunggu di luar, Aku buka pintu no 15
betapa terkejutnya aku setelah ku lihat papa, mama, pa, rasyid dan bi’ inem
terpasung di dalamnya. Kemudan aku mendengar suara tepuk tangan dari ruangan di
belakangku yang di penuhi oleh drum minyak. Di iringi juga oleh 5 komplotan
setan merah itu dan sepertinya salah satu dari 5 orang itu aku mengenalnya.
Yaitu radit bekas kekasihku dulu dan ternyata dugaanku benar, dialah dalangnya.
“ nadia ….. !, masih ingat aku…! Aku ini
kekasihmu peluklah aku “ congkak radit menumbuhkan api amarahku. “ radit…! Jadi
kamu yang lakukan ini semua ? “, tanyaku
berang. ”Iya memang kenapa ?, bukankah dia pantas untuk di hakimi, karena dia
yang telah menyuruhku untuk memutuskanmu tempo dulu “, tegasnya menatapi papaku yang berkumis
itu, aku tersenyum menghampirinya meski
mas yusuf melarangku, tapi aku tak hiraukan itu, aku maju dengan jarak ta’
sampai 1 m. “ plack…”. Tamparanku menuntaskan amarahku. “ kurang ajar….!”, cetusnya seraya
menghajarku bertubi – tubi, aku di tendang, di jambak membuatku terjungkir
balik. “ dasar bajingan kau….! “ mas
yusuf menolongku, menghajar mereka habis-habisan , aku terdiam pasrah membuka
ikatan tali ayah dan ibuku, bagitu pula bibi’ dan pak rosyid yang sudah tidak bernafas lagi, aku terpukul sekali di saat
menatap mereka berdua. Akupun meneteskan
air mata, aku merasa terharu di saat papa mencium keningku dan mama memelukku
penuh erat, aku bawa papa dan mama menjauh dari mas yusuf yang bertarung
mengumbar nyawa dengan para komplotan setan merah itu, Aku terus berdoa agar polisi segera datang
dan akhirnya pertarungan tanpa sekenario itu di menangkan mas yusuf, dia
melumpuhkan semua komplotan setan merah itu. “ alhamdulillh kita berhasil dan
ini berkat mas yusuf“ pujiku ketika drama itu selesai, aku tatapi wajah eloknya
dengan peci putih yang menghiasi kewibawaanya,
dan ada rasa dalam hatiku saat itu. Tanpa disadari aku jatuh cinta tapi
sayang, perasaan itu aku simpan sedalam-dalamnya, karena tidak mungkin aku
menikah dengan keponakannya kiai subadar pengasuh pondok pesantren darul
qur’an, asrama yang menghilangkan kebodohanku. “ awas……! mas…!“ aku membalikkan
tubuhku melindungi pujaaan hatiku, aku tertembak yang tanpa di sadari radit
bangkit dan menghujamkan peluru itu. Mas
yusuf menjerit dan mendaratkan beberapa
tendangan kedada radit dan meng hajarnya habis-habisan. Polisi pun datang tapi
sayang semuanya terlambat, radit pun telah tewas, pak rasyid dan bi’ inam pun
juga begitu. mas yusuf memegang erat tanganku, aku tersenyum meski rasa sesak
dadaku mulai terasa dan darah di tangan mas yusuf yang menutup lubang tembakan di perutku, sangat jelas ku lihat“
nadia bertahanlah aku sangat mencintaimu “, panik mas yusuf. Senyumku kembali mengumbar dan rasa sakitpun
hilang di dekapannya. “ aku juga “
jawabnya lirih, aku semakin hangat di dekapannya, sesaknya dadaku semakin
terasa “mas….!” Panggilku, “nadia….! ” mas yusuf kaget. “ mas ulangilah kata cinta itu dengan nama
kecilku zulaikha, agar aku tersenyum dan menjadi pendampingmu meski nafas
ini tak berhembus lagi . “ zulaikha aku
sangat mencintaimu “ kata mas yusuf meneteskan air mata. “papa, mama aku sayang kalian semua, maafin
aku pa, ma…! Dan terima kasih mas“,
seketika mataku semakin tertutup meski mas yusuf mencoba membukanya. Jantungku
berhenti berdegup, aku gak sadar lagi, seiring seirama dengan bi’
inem, pa’ rasyid yang telah mendahuluiku
mengahadap sang ilahi rabbi.
Setelah itu
ku panggil papa dan mamaku mereka tak menghiraukan aku, bahkan mereka
menabrakku disamping seseorang yang di tangisi. “ mama…!” sekali lagi ku
panggil dengan suara yang lebih keras, “ papa…..! baru saja aku mendengar nadia
memanggilku “ Tanya mama lirih “ mama yang ikhlas ya…! itu mungkin ilusi
mama saja“ bagai manapun juga nadia telah pergi
meninggalkan kita“, jawab papa menguatkan hati mama. “jadi sekarang aku telah mati” Tanya batinku meneteskan air mata, seraya kulihat papa, mama, susi, naila, Fatimah ustadzah zahrah dan mas yusuf,
kekasihku “ aku sesalkan hidup ku yang
tak berarti ini dengan kata terakhir.
papa, mama dan kalian semua aku minta maaf. Sebab aku belum bisa membuat kalian bahagia “ . aku
lambaikan tanganku meninggalkan jasadku yang tak berdaya lagi.
By : “ kafi @s
el aswadi”
Serabi
Barat Modung
0 komentar:
Posting Komentar